BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Salah
satu tujuan penting pendirian suatu perusahaan adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan pemiliknya atau pemegang saham, atau memaksimalkan kekayaan
pemegang saham melalui peningkatan nilai perusahaan (Brigham dan Houston,
2001). Peningkatan nilai perusahaan tersebut dapat dicapai jika perusahaan
mampu beroperasi dengan mencapai laba yang
ditargetkan. Melalui laba yang diperoleh tersebut perusahaan akan mampu
memberikan dividen kepada pemegang saham, meningkatkan pertumbuhan perusahaan
dan mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Hambatan-hambatan yang
dihadapi perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan tersebut pada umumnya
berkisar pada hal-hal yang sifatnya fundamental yaitu: (1) Perlunya kemampuan
perusahaan untuk mengelola sumber daya yang dimilikinya secara efektif dan
efisien, yang mencakup seluruh bidang aktivitas (sumber daya manusia,
akuntansi, manajemen, pemasaran dan produksi), (2) Konsistensi terhadap sistem
pemisahan antara manajemen dan pemegang saham, sehingga secara praktis
perusahaan mampu meminimalkan konflik kepentingan yang mungkin terjadi antara
manajemen dan pemegang saham dan (3) Perlunya kemampuan perusahaan untuk
menciptakan kepercayaan pada penyandang dana ekstern, bahwa dana ekstern
tersebut digunakan secara tepat dan seefisien mungkin serta memastikan bahwa
manajemen bertindak yang terbaik untuk kepentingan perusahaan. Untuk mengatasi
hambatan-hambatan tersebut, maka perusahaan perlu memiliki suatu sistem
pengelolaan perusahaan yang baik, yang mampu memberikan perlindungan efektif
kepada para pemegang saham dan pihak kreditur, sehingga mereka dapat meyakinkan
dirinya akan memperoleh keuntungan
investasinya dengan wajar dan bernilai tinggi, selain itu juga harus dapat
menjamin terpenuhinya kepentingan karyawan serta perusahaan itu sendiri.
Bukti empiris yang diperoleh
dari hasil riset Zhuang pada tahun 2000 menunjukkan masih lemahnya
perusahaan-perusahaan publik di Indonesia dalam mengelola perusahaan dibanding
negara-negara Asia Tenggara, hal ini ditunjukkan oleh masih lemahnya
standar-standar akuntansi dan regulasi, pertanggungjawaban terhadap para
pemegang saham, standar-standar pengungkapan dan transparansi serta
proses-proses kepengurusan perusahaan. Hal ini secara tidak langsung
menunjukkan masih lemahnya perusahaan-perusahaan publik di Indonesia dalam
menjalankan manajemen yang baik dalam memuaskan stakeholders perusahaan.
Dalam
upaya mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, maka para pelaku bisnis di
Indonesia menyepakati penerapan Good Corporate Governance
suatu sistem pengelolaan perusahaan yang baik, hal ini sesuai dengan
penandatanganan perjanjian Letter of intent (LOI)
dengan IMF tahun 1998, yang salah satu isinya adalah pencantuman jadwal
perbaikan pengelolaan perusahaan di Indonesia (Sri Sulistyanto, 2003). Pengelolaan perusahaan berdasarkan prinsip Good Corporate Governance pada dasarnya merupakan upaya untuk menjadikan
Good Corporate Governance sebagai kaidah dan pedoman bagi pengelolaan
perusahaan dalam mengelola manajemen perusahaan. Penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance saat ini sangat diperlukan agar perusahaan dapat bertahan dan tangguh dalam
menghadapi persaingan yang semakin ketat serta dapat menerapkan etika bisnis
secara konsisten sehingga dapat terwujud iklim usaha yang sehat, efisien dan
transparan. Good Corporate Governance diharapkan merupakan sarana untuk menjadikan perusahaan secara lebih baik,
antara lain dengan menghambat praktik-praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
(KKN), meningkatkan disiplin anggaran, mendayagunakan pengawasan, serta
mendorong efisiensi pengelolaan perusahaan.
Penerapan Good
Corporate Governance dalam
pengelolaan perusahaan sangat penting artinya karena secara langsung akan
memberikan arahan yang jelas bagi perusahaan untuk memungkinkan pengambilan
keputusan secara bertanggung jawab dan memungkinkan pengelolaan perusahaan
secara lebih amanah, sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan dan kepercayaan
dari mitra usaha. Ada beberapa prinsip yang dibutuhkan untuk membangun suatu
budaya bisnis yang sehat, yaitu transparansi (transparency), kemandirian (independency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), dan kewajaran (fairness). Kelima prinsip ini kemudian dikenal sebagai
prinsip-prinsip Good Corporate
Governance. Tidak dilaksanakannya prinsip-prinsip tersebut, tercermin
dari kurang tersedianya informasi untuk melakukan analisis risiko atau hasil
investasi yang berlebihan pada sumber daya yang tidak produktif yang pada
akhirnya menurun atau pudarnya kepercayaan pemodal.
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan dilaksanakannya corporate governance, sesuai dengan Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI)
(2001;4), antara lain : (1) Meningkatkan kinerja perusahaan melalui
terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan
efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders, (2) Mempermudah
diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak rigid (karena faktor
kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value, (3) Mengembalikan kepercayaan
investor untuk menanamkan
modalnya di Indonesia, (4) Pemegang saham
akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders's value dan dividen.
Khusus bagi BUMN akan dapat membantu penerimaan bagi APBN terutama dari hasil
privatisasi.
Gagasan pelaksanaan Good Corporate
Governance di Indonesia merupakan pangkal
tolak bagi perubahan budaya kerja pada perusahaan. Dengan Good Corporate Governance, diharapkan perusahaan dan pemerintah dapat berjalan sesuai dengan kaidah
praktik yang sehat di segala bidang. Tata kelola perusahaan yang baik
memberikan keuntungan bagi perusahaan itu sendiri dan masyarakat, tumbuhnya
kepercayaan dari para investor dapat
memberi peluang akses sumber pendanaan yang murah dan berkembangnya pasar
modal, menguatnya kepercayaan lembaga keuangan domestik maupun internasional,
memberi peluang akses kredit dengan bunga yang kompetitif, serta sebagai
kontrol yang efektif dalam mengurangi kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan
untuk kepentingan pribadi. Bersihnya perusahaan dari praktik-praktik korupsi
memungkinkan perusahaan untuk beroperasi secara efisien dan menghasilkan
produk-produk yang mampu bersaing di pasar global, yang pada gilirannya mampu
menyerap tenaga kerja lebih banyak dan berkesinambungan.
Laporan
keuangan yang bermutu merupakan sarana dasar untuk mengungkapkan kondisi
operasi bisnis dan keuangan perusahaan. Selain itu, laporan keuangan merupakan
sarana utama berupa informasi keuangan yang dikomunikasikan kepada pihak luar.
Dalam menilai kinerja perusahaan, investor harus senantiasa berusaha untuk
dapat menganalisis kemampuan keuangan perusahaan, sehingga investor dapat
memanfaatkan informasi yang tertera dalam laporan keuangan. Laporan keuangan
merupakan informasi yang penting dalam pengambilan keputusan ekonomi investor.
Bagi sebagian besar investor institusional dan kreditur, laporan keuangan yang
diungkapkan secara transparan dan akurat menjadi salah satu bahan masukan yang
penting untuk memutuskan apakah mereka akan menginvestasi atau meminjamkan
dananya kepada perusahaan tertentu.
Oleh karena laporan keuangan tidak dapat menyajikan gambaran kondisi
non-keuangan perusahaan yang dibutuhkan investor dan kreditur, maka banyak
regulator pasar modal dan perbankan di Asia mewajibkan perusahaan menyajikan
informasi non-keuangan perusahaannya, yaitu prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Dengan demikian, dapat diharapkan dengan diterapkannya prinsip-prinsip Good Corporate Governance, maka laporan keuangan yang dihasilkan dapat diungkapkan secara transparan
dan akurat, sehingga dapat membantu investor serta pihak-pihak lain yang
berkepentingan dalam suatu perusahaan untuk mengambil keputusan, sehingga dapat
meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.
Bank
adalah suatu bisnis yang penuh dengan resiko karena asset yang dikelola Bank
bersifat liquid dan sangat mudah disalahgunakan. Resiko memang tidak bisa
dihindari tetapi agar resiko tidak mengakibatkan kerugian maka harus dihadapi
dan dikelola dengan baik (Good Corporate Governance) yang bertujuan yaitu salah
satunya untuk dapat untuk memperkuat industri perbankan nasional.
Mengacu pada hasil-hasil
penelitian empiris yang telah dilakukan, tampak bahwa bukti empiris tersebut
menunjukkan betapa pentingnya penerapan Good Corporate Governance dalam
mendukung pencapaian tujuan perusahaan. Dalam kaitan ini maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai ”Pengaruh
Penerapan Good
Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan PT. Bank Raknyat Indonesia Tbk Cabang Mayang .
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai
dengan latar belakang dan judul penelitian, maka yang menjadi pokok permasalahan
adalah ;
1. Bagaimana
implementasi prinsip-prinsip Good Corporate Governance terhadap kinerja
keuangan pada Perusahaan ?
2. Apakah
terdapat pengaruh dari penerapan prinsip Good Corporate Governance terhadap
kinerja keuangan perusahaan?
1.3 Tujuan
dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan
Penelitian
a. Untuk
mengetahui penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam
perusahaan.
b. Untuk
mengetahui kinerja keuangan perusahaan serta pengaruh penerapan dari prinsip
Good Corporate Governance terhadap kinerja keuangan perusahaan.
2. Manfaat
Penelitian
a.
Bagi penulis
Menambah wawasan serta pengetahuan penulis mengenai pengaruh penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance terhadap kinerja keuangan perusahaan.
b. Bagi perusahaan
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dan sumbangan
pemikiran yang bermanfaat dalam meningkatkan kinerja keuangan dengan cara menerapkan prinsip-prinsip
Good Corporate Governance.
c.
Bagi masyarakat,
khususnya di Lingkungan Perguruan Tinggi
Melalui penelitian ini dapat
menambah pengetahuan pembaca
dan dapat dijadikan referensi
bagi peneliti lain dalam mengadakan
penelitian lebih lanjut tentang
masalah yang sama.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 GOOD CORPORATE GOVERNANCE
2.1.1 Pengertian
dan Konsep Dasar Good Corporate
Governance
Istilah
Good Corporate Governance untuk
pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury
Committee di tahun 1992 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporan
mereka yang kemudian dikenal sebagai Cadbury
Report. Laporan ini dipandang sebagai titik balik (turning point) yang sangat menentukan
bagi praktik Corporate Governance di
seluruh dunia. Komite Cadbury mendefinisikan Corporate Governance (I Nyoman Tjager dalam Deny, 2005) sebagai
sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar
mencapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh
perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban
kepada stakeholders. Hal ini
berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang
saham, dan sebagainya.
Dua teori utama yang terkait dengan corporate governance adalah stewardship theory dan agency
theory. Stewardship theory dibangun
di atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia, yaitu bahwa manusia pada
hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggungjawab,
memiliki integritas dan kejujuran terhadap pihak lain. Dengan kata lain,
stewardship theory memandang manajemen sebagai hal yang dapat dipercaya untuk
bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik maupun stakeholders. Sementara itu, agency theory yang dikembangkan oleh Michael Johnson, memandang
bahwa manajemen perusahaan sebagai agents
bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi
kepentingannya sendiri. Good Corporate
Governance didefinisikan sebagai struktur, sistem, dan proses yang
digunakan oleh organ perusahaan guna memberikan nilai tambah perusahaan yang
berkesinambungan dalam jangka panjang.
Tata kelola perusahaan yang baik (Good Coorporate Governance) merupakan struktur yang oleh
stakeholder, pemegang saham, komisaris dan manajer menyusun tujuan perusahaan
dan sarana untuk mencapai tujuan tersebut dan mengawasi kinerja (OECD, 2003)
(Wahyudin Zarkasyi, 2008: 35). Good
Corporate Governance sebagai kumpulan hukum, peraturan, dan
kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber
perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai ekonomi
jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat
sekitar secara keseluruhan. Bank Dunia (World
Bank) penerapan Good Corporate
Governance juga diharapkan dapat menunjang upaya pemerintah dalam
menegakkan Good Corporate Governance
pada umumnya di Indonesia. Saat ini Pemerintah sedang berupaya untuk menerapkan
Good Corporate Governance dalam
birokrasinya dalam rangka menciptakan
Pemerintah yang bersih dan berwibawa.
Corporate Governance didefinisikan
oleh Monks dan Minow dalam
Darmawati (2005) adalah sebagai hubungan
partisipan dalam menentukan arah dan kinerja.
Dapat disimpulkan bahwa Good
Corporate Governance merupakan:
1. Suatu
struktur yang mengatur pola hubungan
harmonis tentang peran dewan komisaris, direksi, pemegang saham dan para stakeholder lainnya.
2. Suatu
sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan yang
dapat membatasi munculnya dua peluang yaitu pengelolaan yang salah dan
penyalahgunaan asset perusahaan.
3. Suatu
proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut
pengukuran kinerjanya.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat dikatakan lebih lanjut bahwa Good Corporate Governance adalah
sistem yang mengatur, mengelola, dan mengawasi proses pengendalian usaha untuk
menaikkan nilai saham sekaligus sebagai bentuk perhatian kepada stakeholders, karyawan, kreditur, dan
masyarakat sekitar. Good Corporate
Governance berusaha menjaga keseimbangan di antara pencapaian tujuan
ekonomi dan tujuan masyarakat. Tantangan dalam Corporate Governance adalah mencari cara untuk memaksimumkan
penciptaan kesejahteraan sedemikian rupa, sehingga tidak membebankan ongkos
yang tidak patut kepada pihak ketiga atau masyarakat luas.
2.1.2 Sejarah
Good Corporate Governance
Konsep Corporate
Governance yang komprehensif mulai berkembang sejak setelah kejadian The New York Stock Exchange Crash pada
19 Oktober 1987, saat itu cukup banyak perusahaan multinasional yang
tercatat di bursa efek New York, mengalami kerugian finansial yang cukup besar.
Pada saat itu, untuk mengantisipasi
permasalahan internal perusahaan,
banyak para eksekutif melakukan rekayasa keuangan yang
intinya adalah bagaimana menyembunyikan kerugian perusahaan atau memperindah
penampilan kinerja manajemen dan laporan keuangan, yang dilakukan tidak hanya window dressing tetapi juga financial engineering. Lazimnya pada
situasi kondisi bisnis kondusif, penyimpangan kelakuan baik oleh oknum maupun
secara kolektif dalam perusahaan sangat kabur, namun pada saat kesulitan, maka
mulailah terbuka segala macam sumber-sumber penyimpangan (irregularities) dan penyebab
kerugian dan kejatuhan perusahaan, mulai dari kelakuan profiteering, commercial crime hingga economic crime.
Kesadaran yang tinggi untuk meningkatkan daya saing bangsa oleh segenap negarawan,
cendekiawan dan usahawan, maka dimulailah gerakan untuk meningkatkan
praktik-praktik yang baik dalam perusahaan. Gerakan ini dimulai dari tokoh-tokoh di Inggris yang
dipimpin oleh Sir Adrian Cadburt, yang pada saat itu sebagai Direktur Bank of
England dan mantan CEO Group Cadbury. Sejak terbitnya Cadbury code on Corporate Governance pada tahun 1992, semakin
banyak institusi yang terus melakukan penyempurnaan dalam prinsip-prinsip dan
petunjuk teknis praktik Good Corporate
Governance, antara lain ICGN (International
Corporate Governance Network) yang mendorong Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)
mengeluarkan OECD Principles on
Corporate Governance. ICGN sangat berkepentingan dalam implementasi Good
Corporate Governance, karena
anggota mereka terdiri dari institusi dana pensiun dan asuransi yang mengelola
dana nasabah untuk investasi jangka panjang.
2.1.3 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Sebagai suatu sistem Good Corporate
Governance mempunyai beberapa prinsip, dalam pelaksanaannya laporan
Cadbury tahun 1992 menyebutkan prinsip sebagai berikut :
1.
Transparansi (Transparency)
Transparansi yaitu pengungkapan informasi kinerja perusahaan, baik
ketepatan waktu maupun akurasinya (keterbukaan dalam proses, decision making, control, fairness, quality,
standardization, efficiency time and cost).
Dalam hubungannya transparansi dengan
meningkatkan kinerja dari perusahaan, prinsip ini mengatur berbagai hal
diantaranya mengatur pengembangan teknologi informasi manajemen sehingga
dapat memastikan penilaian kinerja yang
terbaik, serta pengambilan keputusan yang efektif oleh pihak manajemen dan
komisaris, dan prinsip ini juga mengatur bagaimana pihak manajemen dapat
memanajemen resiko dalam tingkatan perusahaan untuk memastikan seluruh resiko
dapat dikelola pada waktu yang dapat ditolerir yang dimana dapat mempengaruhi
kinerja di perusahaan itu sendiri, adanya sistem akuntansi yang berdasar pada
standar akuntansi sehingga dapat
memastikan kualitas dari laporan keuangan dan adanya pempublikasian informasi
keuangan dan informasi lainnya yang material dan ini akan berdampak pada
kinerja perusahaan secara tepat waktu dan akurat.
Inti dari prinsip keterbukaan dan transparansi adalah bahwa kerangka Corporate Governance harus menjamin adanya pengungkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap
permasalahan yang berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan ini meliputi
informasi mengenai keadaan keuangan, kinerja perusahaan. Disamping itu,
informasi yang diungkapkan harus disusun, diaudit, dan
disajikan sesuai dengan standar yang berkualitas tinggi. Manajemen juga
diharuskan meminta auditor eksternal melakukan audit yang bersifat independen
atas laporan keuangan.
2.
Kemandirian (Independency)
Menurut Iman dan Amin (2002; 8), kemandirian adalah sebagai keadaan dimana perusahaan bebas dari pengaruh
atau tekanan pihak lain yang tidak sesuai dengan mekanisme korporasi. Prinsip
ini mengharuskan perusahaan menggunakan tenaga ahli dalam setiap divisi atau
bagian dalam perusahaannya sehingga pengelolaan perusahaan dapat dipercaya,
prinsip ini juga mengharuskan perusahaan memiliki kebijakan intern dalam
perusahaan yang sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku, prinsip ini
harus dilaksanakan dengan baik agar perusahaan tidak gampang terpengaruh atau
di intervensi oleh pihak-pihak dari dalam maupun dari luar yang tidak sesuai
dengan peraturan dan hukum yang berlaku mekanisme korporasi.
Prinsip ini harus dilaksanakan dengan baik agar tidak gampang terpengaruh
oleh pihak-pihak dari dalam maupun dari luar yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, dan prinsip korporasi yang tidak sehat, sehingga perusahaan
dapat terhindar dari berbagai macam masalah dan benturan kepentingan antara
perusahaan dan direksi yang dapat memperburuk citra perusahaan aktivitas
perusahaan dapat dijalankan dengan baik dan dinamis. Akibat tidak
diberlakukannya prinsip ini adalah proses penilaian kelayakan yang tidak fair,
bias, dan merupakan bom waktu bagi masalah dibelakang hari dalam bentuk proses
pengelolaan perusahaan yang tidak efektif dan efisien, maupun kelayakan jaminan
yang ada dalam perusahaan.
3.
Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan penciptaan
sistem pengawasan yang efektif berdasarkan keseimbangan pembagian kekuasaan antara
board of commissioners, board of directors, shareholders, dan auditor
(pertanggungjawaban wewenang, traceable,
reasonable). Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban atas pelaksanaan
fungsi dan tugas-tugas sesuai dengan wewenang yang dimiliki oleh seluruh organ
perseroan.
Dalam hal ini,
direksi (beserta manajer) bertanggung jawab atas keberhasilan pengurusan perusahaan dalam rangka mencapai tujuan yang telah disetujui
oleh pemegang saham. Komisaris bertanggung jawab atas keberhasilan pengawasan
dan pemberian nasehat kepada direksi dalam rangka pengelolaan perusahaan.
Pemegang saham bertanggung jawab atas keberhasilan pembinaan dalam rangka
pengelolaan perusahaan. Prinsip ini mengatur bagaimana sebaiknya perusahaan
membentuk komite audit untuk memperkuat fungsi pengawasan intern oleh
komisaris. Peran dari pada auditor internal dapat membantu dalam memperbaiki
kinerja perusahaan, para auditor internal ini akan memberikan masukan kepada
pihak manajemen atas kesalahan dan kekurangan yang akan datang dalam mengelola sebuah perusahaan pada periode lalu
agar dapat diperbaiki pada masa yang akan datang oleh karena itu pembentukan
dan penetapan kembali peran dan fungsi auditor internal sangat penting , dan
prinsip ini mengatur bagaimana praktik audit yang sehat dan independen dan
untuk mencapainya diperlukan auditor external yang berkualitas dan independent
dan prinsip ini juga menetapkan suatu sistem penilaian kinerja melalui
akuntansi dan sistem informasi yang baik.
Kerangka kerja Good Corporate Governance memastikan sistem
pengendalian strategis dan monitoring berjalan baik serta memastikan
akuntabilitas dewan eksekutif pada perusahaan, pemegang saham, dan
stakeholders. Dewan bertanggung jawab untuk mematuhi kinerja dan pencapaian
target return bagi pemegang saham dan mencegah berlarutnya konflik kepentingan,
dan juga menjaga kompetisi yang fair dalam perusahaan. Agar akuntabilitas ini
efektif, dewan juga harus menjaga independensinya dari manjemen. Tanggung jawab
dewan yang lain adalah memastikan ditaatinya hukum, etika dan lain-lain.
4.
Pertanggungjawaban (Responsibility)
Pertanggung jawaban perusahaan
artinya perusahaan sebagai bagian dari masyarakat, bertanggung jawab kepada stakeholders dan lingkungan dimana
perusahaan berada. Prinsip ini mengatur pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai entitas bisnis dalam
masyarakat kepada stakeholders untuk mewujudkan perusahaan menjadi Good Corporate Citizen. Dengan demikian perusahaan
akan menjadi professional dan penuh etika dalam menjalankan usahanya,
menghindari penyalahgunaan kekuasaan yang dimiliki oleh organ-organ internal
perusahaan, dan adanya lingkungan bisnis yang baik seperti adanya larangan
monopoli dan praktik persaingan yang tidak sehat.
Perusahaan responsible mempunyai tanggung jawab sosial yang berlaku yang
perlu dipertimbangkan, termasuk beberapa ketentuan yang mengatur masalah
lingkungan hidup, dan perlindungan konsumen. Board of directors (Dewan Komisaris) merupakan faktor sentral
dalam corporate governance karena
hukum perseroan menempatkan tanggung jawab legal atas urusan suatu perusahaan
kepada board of directors. Board of
directors secara legal bertanggung jawab untuk menetapkan sasaran
korporat, mengembangkan kebijakan yang luas, dan memilih personel tingkat atas
untuk melaksanakan sasaran dan kebijakan tersebut. Board of directors juga menelaah kinerja manajemen untuk
meyakinkan bahwa perusahaan dijalankan secara baik dan kepentingan pemegang
saham dilindungi.
Tugas dan
tanggung jawab komisaris, yaitu:
a. Melakukan pengawasan terhadap kebijakan pengurusan
perseroan yang dilakukan direksi serta memberi nasehat kepada direksi
termasuk mengenai rencana pengembangan perseroan, pelaksanaan
ketentuan-ketentuan anggaran dasar dan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
b.
Memberikan pendapat
dan saran kepada Rapat Umum Pemegang Saham mengenai rencana pengembangan
perseroan, rencana kerja dan anggaran tahunan perseroan serta perubahan dan
tambahannya.
c.
Mengawasi pelaksanaan
rencana kerja dan
anggaran perseroan serta menyampaikan hasil
penilaian serta pendapatnya
kepada Rapat Umum Pemegang Saham.
d.
Mengikuti perkembangan kegiatan perseroan.
dalam hal perseroan menunjukkan gejala kemunduran,
segera melaporkan kepada Rapat Umum Pemegang Saham dengan disertai saran
mengenai langkah perbaikan yang harus ditempuh.
e.
Memberikan pendapat
dan saran kepada Rapat Umum Pemegang Saham mengenai setiap persoalan lainnya
yang dianggap penting bagi pengurusan perseroan.
f.
Melakukan
tugas-tugas pengawasan lainnya yang ditentukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham.
g.
Komisaris
mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan, dan dalam rapat
tersebut komisaris dapat mengundang direksi.
5.
Kewajaran (Fairness)
Kewajaran (fairness) adalah kesetaraan perlakuan dari perusahaan
terhadap pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan kriteria dan proporsi
yang seharusnya. Dalam hal ini ditekankan agar pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap perusahaan terlindungi dari kecurangan serta penyalahgunaan wewenang
yang dilakukan oleh orang dalam dengan begitu peran dan tanggung jawab
komisaris dan manjemen sangat diperlukan.
Prinsip ini mengatur bahwa suatu perusahaan harus menetapkan aturan
perusahaan untuk dapat melindungi kepentingan daripada pemegang saham,
khususnya para pemegang saham minoritas,dan prinsip ini pun mengharuskan adanya
penetapan kebijakan agar telindungi dari kecurangan yang dilakukan oleh orang dalam atau yang
berasal dari dalam (self dealing), oleh karena itu peranan dan tanggung jawab
komisaris dan manajemen sangat
diperlukan dan prinsip ini pula mengedepankan kewajaran dalam setiap informasi
yang bersifat material dan diungkapkan secara penuh (full disclosure).
2.1.5 Manfaat Good Corporate Governance
Corporate Governance yang tidak efektif merupakan penyebab utama
terjadinya krisis ekonomi dan kegagalan pada berbagai perusahaan di Indonesia
akhir-akhir ini. Penerapan Corporate
Governance yang efektif dapat memberikan sumbangan yang
penting dalam memperbaiki kondisi perekonomian, serta menghindari terjadinya
krisis dan kegagalan serupa di masa depan. Dengan melaksanakan corporate governance,
menurut Forum
for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) (2001;4) ada
beberapa manfaat yang bisa diperoleh, antara lain:
1.
Meningkatkan
kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan
yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan,
serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.
2.
Mempermudah
diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak rigid (karena faktor
kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value.
3.
Mengembalikan kepercayaan
investor untuk menanamkan
modalnya di Indonesia.
4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan
karena sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen.
Dengan Corporate Governance yang baik, keputusan-keputusan penting perusahaan tidak lagi hanya ditetapkan oleh
satu pihak yang dominan (misalnya direksi), akan tetapi ditetapkan setelah
mendapatkan masukan dari, dan dengan mempertimbangkan kepentingan berbagai
pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Selain itu, Corporate Governance yang baik dapat mendorong pengelolaan organisasi yang lebih demokratis,
lebih accountable, lebih transparan serta akan
meningkatkan keyakinan bahwa perusahaan dan organisasi lainnya dapat
menyumbangkan manfaat tersebut dalam jangka panjang.
Dalam hal ini dapat dilihat bahwa segala proses kerja berjalan mulus,
terkontrol, dan tercipta kerja tim yang solid. Selain itu, penjualan bisa di
atas pasar, profit meningkat, berbagai penghargaan dapat diperoleh, dan
meningkatnya kepercayaan mitra. Dengan Good Corporate
Governance, integritas perusahaan lebih
dipercaya pihak luar yang berkepentingan (stakeholders),
memacu profesionalisme karyawan, kinerja keuangan yang cemerlang, serta
stabilitas harga saham yang jempolan.
2.1.6 Tujuan Good Corporate Governance
Tujuan
penerapan Good Corporate Governance berlandaskan Keputusan Menteri BUMN Nomor 117/M-MBU/2002 pasal 4
adalah :
1.
Memaksimalkan BUMN
dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya,
bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik
secara nasional maupun internasional.
2.
Mendorong
pengelolaan BUMN secara professional, transparan dan efisien, serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ.
3.
Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan
menjalankan tindakan-dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kesadaran akan adanya tanggung
jawab sosial BUMN terhadap stakeholders
maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN.
4. Meningkatkan kontribusi dalam perekonomian nasional
dan meningkatkan iklim investasi nasional
serta menyukseskan program privatisasi BUMN.
Dengan
demikian, penerapan pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance secara optimal akan mampu mendorong peningkatan kinerja perusahaan yang
ada, dan pada gilirannya memberikan value
creation semua pihak yang terkait dengan perusahaan. Penerapan Good Corporate Governance bukanlah hal yang sulit. Bagi pihak luar, perusahaan-perusahaan yang sarat
dengan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) ini selalu menampilkan kinerja yang
bagus, seperti penjualan yang meningkat laba bersih yang terus melonjak, dan
ekspansi yang tidak pernah berhenti.
2.1.7 Kinerja Keuangan
Kinerja
keuangan merupakan salah satu alat ukur yang digunakan oleh para pemakai laporan keuangan
dalam mengukur atau menentukan sejauh mana kualitas perusahaan. Kinerja suatu
perusahaan dapat dilihat melalui laporan keuangan perusahaan tersebut. Dari
laporan keuangan tersebut, dapat diketahui keadaan finansial dan hasil-hasil
yang telah dicapai perusahaan selama periode tertentu.
1.
Pengertian dan Penilaian Kinerja
Kinerja
adalah gambaran megenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau
program atau kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi
organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi. Pengukuran maupun penilaian kinerja adalah suatu alat manajemen untuk
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan. Kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau
program atau kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi
organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis (strategic planning) suatu
organisasi. Secara umum dapat juga dikatakan bahwa kinerja merupakan prestasi
yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu.
Definisi penilaian kinerja adalah
penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian
organisasi, dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang
telah ditetapkan sebelumnya. Dengan
demikian, pengertian penilaian kinerja adalah suatu usaha formal yang
dilaksanakan manajemen untuk mengevaluasi hasil-hasil dari aktivitas-aktivitas
yang telah dilaksanakan oleh manajemen untuk mengevaluasi hasil-hasil dari
aktivitas-aktivitas yang telah dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar
yang telah ditetapkan sebelumnya.
2.
Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja
Prestasi pelaksanaan program yang dapat diukur akan mendorong
penapaian prestasi suatu perusahaan. Pengukuran prestasi yang
dilakukan secara berkelanjutan
memberikan umpan balik untuk upaya perbaikan secara terus-menerus dan
pencapaian tujuan di masa yang akan datang. Tujuan pokok penilaian kinerja
menurut Mulyadi (2001; 416) adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai
sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan
sebelumnya agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan. Standar perilaku
dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam
anggaran. Penilaian
kinerja dilakukan untuk menekan perilaku yang tidak semestinya, untuk
merangsang dan menegakkan perilaku yang semestinya diinginkan melalui umpan
balik hasil kinerja pada waktunya, serta penghargaan.
Secara umum, tujuan suatu perusahaan untuk mengadakan evaluasi kinerja adalah:
a. Menetapkan
kontribusi masing-masing divisi
atas perusahaan secara keseluruhan maupun atas kontribusi
dari masing-masing sub divisi, misalnya jenis produk, daerah
pemasaran, golongan
pelanggan dari suatu divisi (evaluasi ekonomis maupun
evaluasi segmen).
b. Memberikan
dasar untuk mengevaluasi
kualitas kinerja masing-masing
manajer divisi maupun kantor cabang (evaluasi manajerial).
c. Memutuskan para manajer divisi maupun kantor cabang
supaya konsisten mengoperasikan divisi maupun kantor cabang, sehingga sesuai
dengan tujuan pokok perusahaan (evaluasi operasi).
3.
Penilaian
Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan dapat diartikan sebagai prestasi organisasi atau
perusahaan yang dinilai secara kuantitatif dalam bentuk uang yang dilihat, baik
dari segi pengelolaan, pergerakan maupun tujuannya. Kinerja keuangan perusahaan
yang tergambar dalam laporan keuangan menjadi perhatian utama bagi para pemakai
laporan keuangan tersebut. Oleh karena itu, manajemen perusahaan harus berusaha
untuk meningkatkan kinerjanya dari periode ke periode.
Analisis kinerja keuangan yang
dilakukan pada dasarnya untuk melakukan evaluasi kinerja di masa lalu dan
melakukan berbagai analisis, sehingga diperoleh posisi keuangan perusahaan yang
mewakili realitas perusahaan dan potensi-potensi kinerja yang akan berlanjut.
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan terhadap kineria di masa-masa yang lalu,
dapat dilakukan prediksi terhadap kinerja perusahaan di masa depan, sehingga
evaluasi untuk nilai perusahaan dapat dilakukan untuk melakukan berbagai
keputusan-keputusan investasi (termasuk kredit) yang harus dilakukan saat ini.
Dalam upaya
menilai kondisi kesehatan perusahaan melalui tingkat kinerjanya serta melihat
perkembangan suatu perusahaan, seorang analisis laporan keuangan memerlukan
alat ukur yang dapat membantu pekerjaannya. Salah satu alat ukur laporan
keuangan yang sering digunakan adalah analisis rasio keuangan.
4.
Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan
Dalam menganalisis kinerja keuangan perusahaan, perusahaan dapat menggunakan suatu tenik analisis rasio yaitu suatu metode analisis untuk mengetahui hubungan
dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi secara individu atau
kombinasi dari kedua laporan tersebut.
Metode dan teknik analisis manapun yang digunakan, kesemuanya itu menganalisis laporan keuangan, dan setiap
metode analisis mempunyai metode yang sama yaitu untuk membuat agar data lebih
mudah dimengerti sehingga dapat digunakan sebagai dasar pembuat keputusan bagi
pihak-pihak yang membutuhkan.
Dalam menganalisis kinerja keuangan dapat menggunakan analisis Return on
Investment (ROI) dimana dalam analisis laporan keuangan mempunyai arti yang
penting sebagai salah satu teknik analisis yang lazim digunakan oleh pimpinan
perusahaan untuk mengukur efektifitas dari keseluruhan operasi perusahaan.
Pengertian Return on Investment (ROI)
menurut
Munawir (2002; 89) adalah salah satu bentuk
dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan
perusahaan dengan kesuluruhan dana yang ditanamakan dalam aktiva yang digunakan
untuk operasi perusahaan dan untuk menghasilkan keuntungan. Return on
Investment (ROI) merupakan terminologi yang luas dari rasio yang digunakan
untuk mengukur hubungan antara laba yang diperoleh dan investasi yang digunakan
unuk menghasilkan laba tersebut.
Rumus yang digunakan adalah :
×100%
Sesuai dengan investasi mana yang digunakan, rasio ini dibagi menjadi
dua, yaitu Return on Total Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE), adapun
pengertiannya untuk masing-masing adalah sebagai berikut:
a. Return on Total Asset (ROA)
Adalah suatu rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan
aktivanya untuk memperoleh laba. Rasio ini mengukur tingkat pengembalian
investasi yang telah dilakukan perusahaan dengan menggunakan seluruh Aktiva
atau dana yang dimiliki.
Rumus yang
digunakan adalah :
×100%
b.
Return on Equity
(ROE)
Adalah rasio yang
mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari modal sendiri
yang digunakan oleh perusahaan, sehingga ROE ini ada yang menyebut sebagai
rentabilitas modal sendiri.
Rumus yang digunakan adalah :
×100%
5.
Pengaruh Penerapan Prinsip Good Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan
Pada dasarnya, perusahaan adalah lembaga ekonomi yang didirikan oleh
pemilik untuk mendapatkan keuntungan. Salah satu kepentingan pokok pemegang
saham (shareholders) adalah
bahwa perusahaan harus memupuk keuntungan (profit motive), sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan
bagi keuntungan para pemegang saham. Dalam menjalankan aktivitasnya, perusahaan
melakukan interaksi secara kelembagaan dengan pihak-pihak lain yang terkait
dengan perusahaan. Dalam interaksi tersebut,
terdapat berbagai kepentingan yang mungkin dan seringkali tidak
sejalan dengan kepentingan pokok pemegang saham, termasuk diantaranya
kepentingan yang dimiliki karyawan, pemasok, pelanggan, distributor, pesaing,
pemerintah serta masyarakat yang ikut memberikan kontribusi terhadap
keberhasilan perusahaan dan yang ikut pula menanggung dampak dari kegiatan
operasional perusahaan. Mereka adalah stakeholders yang mempunyai
kepentingan dalam kemakmuran
perusahaan tersebut. Oleh karena itu, perusahaan harus mampu mengupayakan keseimbangan
dengan memperhatikan tidak hanya kepentingan shareholders saja tetapi juga bagi stakeholders untuk
mempertahankan eksistensinya dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat.
Dengan demikian, prinsip-prinsip Good Corporate
Governance mengatur hal-hal yang terkait dengan :
a. Transparansi (Transparency)
Dalam hubungannya dengan meningkatkan kinerja perusahaan, prinsip ini
mengatur bagaimana pihak manajemen dapat memanajemen risiko untuk memastikan
seluruh risiko dapat dikelola pada waktu yang dapat ditolerir yang akan
mempengaruhi kinerja perusahaan itu sendiri. Selain itu, dalam prinsip ini
mengatur pengembangan teknologi mformasi, memastikan penilaian kinerja yang
terbaik, serta proses pengambilan keputusan yang efektif oleh pihak komisaris
dan manajemen dimana keputusan ini dapat terkait dengan kinerja perusahaan yang
mengarahkan pada kinerja yang semakin baik. Inti dari prinsip ini adalah
meningkatkan keterbukaan dari kinerja perusahaan secara teratur dan tepat waktu
serta benar.
b. Kemandirian (Independency)
Hubungannya dengan peningkatan
kinerja keuangan perusahaan, yaitu prinsip ini mengatur tentang bagaimana
perusahaan harus mampu menghindari terjadinya dominasi yang tidak wajar oleh stakeholders. Pengelola perusahaan
tidak boleh terpengaruh oleh kepentingan sepihak. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa perusahaan dalam menjalankan fungsi, tugas dan tanggung jawab
dewan komisaris, direksi, atau pihak-pihak yang diberi tugas untuk mengelola
kegiatan perusahaan bebas dari tekanan atau pengaruh, baik dari dalam maupun
dari luar perusahaan yang tidak selaras dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, sehingga dalam pengelolaannya perusahaan lebih meyakini dan lebih
percaya pada dirinya sendiri dan lebih mengetahui keputusan yang terbaik yang
harus diambil perusahaan, sehingga kinerjanya akan lebih terpercaya, akurat,
dan menghindari proses penilaian kelayakan yang tidak fair dan juga akan menghindarkan masalah finansial.
c. Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip ini mengatur bagaimana
sebaiknya perusahaan membentuk komite audit untuk memperkuat fungsi pengawasan
intern oleh komisaris. Peran audit intern ini dapat membantu dalam memperbaiki
kinerja perusahaan. Para auditor intern ini akan memberikan masukan kepada
pihak manajemen atas kesalahan dan kekurangan yang akan datang dalam mengelola
perusahaan pada periode yang lalu agar dapat diperbaiki untuk masa yang akan
datang. Dalam prinsip ini, pemegang saham atau pemilik modal tidak
diperkenankan mencampuri kegiatan operasional perusahaan yang menjadi tanggung
jawab direksi sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar perusahaan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Akuntabilitas merupakan salah satu solusi
untuk menyelesaikan masalah agency
problem antara direksi dan audit. Akuntabilitas juga dapat dicapai
melalui pengawasan efektif yang didasarkan pada keseimbangan kewenangan antara
pemegang saham, komisaris, dan direksi. Praktik audit yang sehat dan independen
mutlak diperlukan untuk menunjang akuntabilitas perusahaan. Hal ini dapat dilakukan, antara
lain dengan mengefektifikan komite audit.
d. Pertanggungjawaban (Responsibility)
Prinsip ini mengatur pemenuhan
tanggung jawab perusahaan sebagai entitas bisnis dalam masyarakat kepada
seluruh stakeholders yang
mencakup hal-hal yang terkait dengan pengaturan hubungan antara perusahaan
dengan seluruh stakeholder (keseimbangan
eksternal) untuk mewujudkan perusahaan sebagai good corporate citizen. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
perusahaan akan menjadi profesional dan penuh etika, menghindari penyalahgunaan
kekuasaan, sehingga akan meningkatkan kinerja perusahaan. Perusahaan yang
responsibel mempunyai tanggung jawab untuk mematuhi hukum dan
perundang-undangan yang berlaku, termasuk ketentuan yang mengatur masalah
lingkungan hidup, perlindungan konsumen, perpajakan, ketenagakerjaan, larangan
monopoli dan praktik persaingan yang tidak sehat, kesehatan dan keselamatan
kerja, dan peraturan lainnya yang mengatur kehidupan perusahaan dalam
menjalankan aktivitas usaha.
e. Kewajaran (Fairness)
Prinsip ini mengatur bagaimana
menetapkan peran dan tanggung jawab komisaris dan manajemen dalam mengelola
masing-masing pusat pertanggungjawabannya. Fairness meliputi kejelasan hak-hak pemegang saham untuk
melindungi kepentingan pemegang saham, termasuk perlindungan terhadap pemegang
saham minoritas dari kecurangan, seperti praktik insider yang merugikan atau dari keputusan direksi atau pemegang
saham mayoritas yang merugikan kepentingan pemegang saham secara keseluruhan,
sehingga kinerja perusahaan akan lebih stabil karena para pemegang saham
mengetahui secara detail seluruh informasi perusahaan, baik mengenai RUPS,
Dewan Komisaris dan Direksi, struktur modal perusahaan, kebijakan dividen
perusahaan, dan lain-lain. Oleh karena itu, perusahaan akan selalu berusaha
untuk meningkatkan dan mengevaluasi kinerjanya, sehingga dengan demikian para investor
tidak akan ragu untuk menanamkan modalnya dan dapat mengambil sikap yang
diperlukan.
Corporate Governance merupakan proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan
mengelola bisnis dan urusan-urusan perusahaan dalam rangka meningkatkan
kemakmuran bisnis dan akuntabilitas perusahaan dengan tujuan utamanya adalah
mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan
kepentingan stakeholders yang
lain. Dengan adanya prinsip-prinsip Good Corporate
Governance, maka laporan keuangan yang
dihasilkan dapat diungkapkan secara transparan dan akurat, sehingga dapat
membantu investor dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dalam suatu
perusahaan untuk mengambil keputusan, sehingga dapat meningkatkan kinerja
keuangan perusahaan.
Dari pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dengan diterapkannya
prinsip-prinsip Good Corporate Governance pada perusahaan, maka pihak-pihak yang terkait di dalam perusahaan
memiliki tanggung jawab yang jelas sesuai dengan peraturan yang berlaku,
sehingga dapat mendorong pengelolaan organisasi yang lebih demokratis (karena
melibatkan partisipasi banyak kepentingan), lebih accountable (karena adanya sistem yang akan meminta pertanggungjawaban
atas setiap tindakan), lebih transparan, serta akan meningkatkan keyakinan
bahwa perusahaan dan organisasi lainnya dapat menyumbangkan manfaat tersebut
dalam jangka panjang. Dalam hal ini, kinerja perusahaan akan meningkat,
sehingga prinsip corporate governance diharapkan
dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan yang pada akhirnya meningkatkan
kepercayaan pemakai laporan keuangan.
BAB
III
METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Dalam penelitian untuk penulisan skripsi ini dilakukan di
perusahaan yang berbentuk persero pada PT.
Bank Rakyat Indonesia Cabang Mayang .
3.2 Metode Penelitian Yang Digunakan
Dalam
penulisan Proposal skripsi ini menggunakan metode deskriptif analitis dengan
pendekatan studi kasus, yaitu metode yang melihat dan menggambarkan lingkungan
dan keadaan yang nyata yang tampak dalam perusahaan dengan cara mengumpulkan,
menyajikan dan menganalisis data sehingga dapat memberikan gambaran yang cukup
jelas mengenai objek yang diteliti, agar dapat diambil suatu kesimpulan maupun
dijadikan saran dimasa yang akan datang berdasarkan penelitian yang dilakukan.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Penulis melakukan penelitian dengan menggunakan 2 (dua)
metode penelitian, yaitu :
1). Dengan Studi Pustaka (Library
Study)
Dalam
hal ini, penulis melakukan studi pustaka untuk memperkuat dan mendukung penulisan skripsi ini yaitu menguraikan
teori-teori yang diperlukan dalam
pembahasan masalah dengan mengumpulkan bahan atau data yang dianggap perlu dan
mempunyai kaitan dengan judul yang diambil. Dari data-data tersebut kemudian
dijadikan sebagai alat bantu dalam penyelesaian penelitian ini.
2). Dengan Studi Lapangan (Field Study)
Metode ini ditempuh dengan melakukan kunjungan lapangan ke perusahaan yang
bersangkutan untuk mendapatkan kelengkapan data sesuai dengan materi judul
penelitian.
3.4 Populasi dan Sampel
Penelitian ini membahas tentang Implementasi Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Terhadap
Kinerja keuangan Perusahaan dengan mengambil populasi pada Perusahaan
Perbankkan . Dalam melakukan penelitian ini, penulis memperoleh data dengan
cara menyebarkan kuesioner kepada responden di perusahaan yang diteliti dengan
menggunakan sampling purposive dan
memperoleh sampel 12 responden. Responden yang dipilih oleh penulis adalah
orang-orang yang ahli dan berpengalaman serta terkait dengan penelitian ini.
3.5 Data dan Variabel Penelitian
Dalam penulisan Analisis Implementasi Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan Hubungannya Terhadap Kinerja Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang
Mayang , menggunakan beberapa data guna memaksimalkan hasil penulisan. Yaitu merupakan
data primer dan data sekunder.
Data
primer, yaitu berasal dari PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk berupa
wawancara, observasi dan kuesioner.
Sedangkan data sekunder berasal dari
literatur (kepustakaan) yang berkaitan
serta alamat web site yang berkaitan dengan judul penulisan. Dua variabel yang akan
dianalisis, yaitu:
1). Variabel Independen (Variabel X)
Pada
penelitian ini yang menjadi variabel independent adalah implementasi prinsip Good
Corporate Governance (GCG)dalam perusahaan yang meliputi transparansi,
akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan kewajaran.
2). Variabel Dependen (Variabel Y)
Yang
menjadi variabel dependen adalah kinerja yang ditentukan dengan indikator
berkaitan dengan aspek keuangan, aspek bisnis internal serta pertumbuhan dan
pembelajaran.perusahaan. Untuk mengukur kedua variabel di atas berdasarkan
skala variabel digunakan analisis korelasi rank spearman. Dari analisis data
yang
digunakan akan diketahui hubungan diantara kedua variabel
yang diteliti dan sampai sejauh mana derajat pengaruhnya.
3.6 Teknik
Pengembangan Instrumen Variabel
Instrument
yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan
yang sering disebut kuesioner, yang terdiri dari dua
bagian, yaitu :
1. Pertanyaan Umum.
Yaitu pertanyaan yang menyangkut identitas umum responden, antara lain,
nama, usia, jabatan, pendidikan terakhir, lama bekerja.
2. Pertanyaan Khusus.
Yaitu terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan
implementasi prinsip-prinsip good corporate governance (GCG) dan
kaitannya dengan kinerja perusahaan melalui pertanyaan tertutup juga dengan alternatif
jawaban.
3.7 Alat Analisis Yang Digunakan
Dalam melakukan penulisan ini, penulis
menggunakan analisis deskriptif analisis dengan dua (2) variabel penelitian yaitu
variabel independen (X) dan variabel dependen (Y). Metode deskriptif analistis
adalah metode yang melihat dan menggambarkan lingkungan dan keadaan yang nyata
yang tampak dalam perusahaan dengan cara mengumpulkan,menyajikan dan menganalisis
data sehingga diperoleh gambaran yang jelas atas objek yang diteliti, agar
dapat diambil suatu kesimpulan maupun dijadikan saran dimasa yang akan datang. Sebagaimana
telah diuraikan diatas berkaitan dengan variabel yang digunakan dalam
penelitian ini dianggap telah cukup jelas.
Adapun untuk variabel independen (X), adalah tentang prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang
meliputi keterbukaan (transparancy),
akuntabilitas (accountability),
pertanggungjawaban (responsibility),
independensi/kemandirian (independency),
dan kewajaran (fairness). Sedangkan
untuk variabel dependen (Y) adalah kinerja perusahaan dengan aspek keuangan,
aspek bisnis internal serta pertumbuhan dan pembelajaran di ukur dengan menggunakan
kuesioner.
Untuk aspek keuangan berkaitan
dengan rasio Rentabilitas (Profitabilitas) pada tingkat ukur Return
On Equity (ROE) dan Return On
Assets (ROA). Hal ini di karenakan sektor perbankan merupakan sektor yang sangat strategis
sebagai lembaga penghimpun dana masyarakat dan juga sekaligus sebagai gerbang
investasi. Oleh karena sebagai gerbang investasi, penulis membandingkan tingkat
rasio pada investasi dengan menggunakan rasio
Return On Equity (ROE) dan Return
On Assets (ROA). Rasio
rentabilitas dapat digunakan sebagai alat ukur tingkat efisiensi usaha
dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan.
Untuk aspek bisnis internal meliputi kegiatan inovasi, operasi dan layanan
purna jual. Hal ini karena sebagai sektor perbankan tidak hanya melayani masyarakat
dengan pengembangan produk/jasa tetapi juga memberikan modal usaha kepada
masyarakat dengan melakukan kerjasama dengan instansi pemerintah atau swasta
dalam rangka menciptakan kebutuhan para nasabah dan karyawan perusahaan.
Sedangkan aspek pertumbuhan dan pembelajaran meliputi kepuasan kerja,
kapabilitas sistem informasi dan motivasi serta keselarasan dan pemberdayaan. Adapun
dalam pengukuran kedua variabel menggunakan kuesioner. Sedangkan untuk mengukur
pengaruh antara implementasi Good
Corporate Governance dengan
kinerja digunakan uji validitas dan uji reabilitas.
3.8 Pengujian
Validitas
Validitas setiap item yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor
total yang merupakan jumlah setiap skor butir. Syarat minimal untuk dianggap memenuhi
syarat adalah r = 0,3”. Dapat disimpulkkan
bahwa apabila korelasi antara butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka
butir dalam instrument tersebut dinyatakan tidak valid. Korelasi menggunakan
rumus korelasi product moment :
Dimana :
rxy = Koefisien Korelasi
X = Skor Setiap Item Pertanyaan (SkorBuitir)
Y = Skor Total Seluruh Item Pertanyaan
XY = Skor Pernyataan Dikali Skor Total
N = Jumlah Responden
(Data diolah dengan menggunakan SPSS versi
12.)
3.9 Pengujian Reliabilitas
Menurut Singarimbun (1999,144) pengujian realibitas dilakukan dengan menngunakan teknik belah dua ganjilgenap, dimana
penelitian dilakukan dengan menggelompokan skor butir bermotor ganjil sebagai
belahan pertama dan kelompok skor butir genap sebagai belahan kedua. Rumus yang
di digunakan
adalah
rumus Spearman – Brown,
yaitu:
Dimana :
ri = Reabilitas Internal Instrumen
r = Korelasi Product Moment Antara Belahan Pertama Dan Kedua